Saya bukan orang yang nge-freak masalah kesehatan. Sebagai perempuan bertubuh gemuk, banyak yang sudah kadung memberi cap kepada saya sebagai orang yang "tidak sehat". Dulu saat kuliah, saya suka banget senam di sanggar dekat ruamah. Tapi saat sudah masuk masa-masa menyelesaikan skripsi, saya malah makin jarang olahraga dan cenderung hidup tidak sehat.
Sampai beberapa bulan terakhir, saya merasakan penurunan kondisi pada tubuh saya. Tapi saya tetap "ngeyel" dan hidup sembarang. Makan gorengan + minum soda saat begadang sampai subuh. Walau nggak setiap hari, tapi saya sering banget melakukannya. Saya juga sering stress sampai berada di titik tidak mau keluar rumah dan tidur lebih lama dari biasanya untuk "kabur" dari masalah-masalah saya.
Menghadapi Kenyataan dengan Cek Kesehatan
Lalu pada hari Selasa (21/11), tiba saatnya untuk saya menghadapi sebuah tes yang SELALU saya hindari selama ini. Saat hasil tes sudah keluar, saya langsung flashback ke kebiasaan-kebiasaan buruk saya. Hasil tesnya sepadan dengan apa yang sudah saya lakukan ke tubuh saya beberapa bulan ini. Walau belum saya jelaskan, tapi sudah ketebak, ya?
Konsultasi seputar hasil tes kesehatan dengan perasaan yang nggak karuan
Saya nggak kaget dan nggak denial lagi dengan hasilnya. Sebagai plus size enthusiast, saya bukan tipe mbak-mbak plus size yang akan bilang "Cintai tubuhmu! Nggak usah capek-capek olahraga! YOLO!". Saya dulu sempet gitu. Denial dengan fakta bahwa tubuh saya ini rentan "penyakit". Penyakit stress karena saya suka over-thinking dan penyakit-penyakit dalam karena saya suka makan sembarangan. Maka dari itu, setelah mengetahui hasil cek kesehatan, saya bertekad untuk hidup lebih sehat.
Tekad ini makin bulat setelah saya mendapatkan pencerahan dari para pakar kesehatan pada acara "Temu Blogger Kesehatan: Cermat Menggunakan Obat" di Grand Aston, Yogyakarta. Dalam event ini, disampaikan beberapa paparan seputar masalah kesehatan, mulai dari data-datanya, tindak pencegahan dan penyembuhannya. Poin yang paling penting dalam event ini adalah materi mengenai cara bijak dalam mengonsumsi obat-obatan yang banyak beredar bebas di pasaran.
Para pakar yang memberikan materi seputar cara cermat menggunakan obat dalam Temu Blogger Kesehatan di Grand Aston, Yogyakarta
Dalam event ini, ada 4 pembicara ahli yang dihadirkan. Ada Ibu Bardiyah dari Dinas Kesehatan DIY, Pak Oscar selaku Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, Ibu Sri Suryawati dari FK UGM, dan Ibu Mariyatul Qibtyah selaku Ketua Komite Penngendalian Resistensi Antimikroba.
Fenomena Penggunaan Obat yang Salah pada Masyarakat
Dari hasil pemaparan keempat narasumber tersebut, saya mendapatkan berbagai informasi penting yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya. Beberapa di antaranya adalah mengenai fenomena penggunaan obat yang salah di kalangan masyarakat dan juga oleh mereka yang sudah berkecimpung di dunia kesehatan.
Pernah beli antibiotik tanpa resep dokter di apotek? Berhenti minum
antibiotik saat sudah merasa "lebih baik" setelah sakit berhari-hari?
Kalau pernah mengalaminya, berarti kamu sama seperti saya: ngeyel atau
memang benar-benar tidak mengetahui tentang hal-hal terlarang tersebut.
Ada beberapa masalah penggunaan obat di masyarakat, yang pada umumnya terjadi karena hal-hal berikut:
1. Kurangnya pengetahuan tentang obat resep dokter
2. Kepatuhan pasien yang rendah
3. Mispersepsi tentang obat generik (murah = tidak manjur)
4. Pembelian antibiotik secara bebas tanpa resep dokter
5. Penggunaan obat bebas (OTC) tanpa pengetahuan yang memadai
Kesalahan penggunaan obat tersebut ternyata bisa menyebabkan masalah kesehatan lebih lanjut. Namanya minum obat kan padahal maunya biar sembuh. Lha kalau salah, malah bisa tambah sakit gara-gara efek samping yang ditimbulkan.
Miskonsepsi Penggunaan Antibiotik
Saat kita sakit, kita harus selalu mengonsultasikannya ke dokter. Pokok pertama yang harus ditanyakan adalah penyebab dari sakit yang dialami: karena VIRUS, JAMUR atau BAKTERI? Ada beberapa "penyakit" yang pada dasarnya adalah gejala dan tidak memerlukan antibiotik, seperti batuk, pilek, muntah, dan diare tanpa darah. Kalau "penyakit" yang seperti ini obat yang sebenarnya adalah istirahat cukup, banyak minum air putih, dan konsumsi makanan sehat. Antibiotik ternyata tidak begitu diperlukan.
Pada kasus salahnya penggunaan
antibiotik, misalnya. Kalau kita mengonsumsi antibiotik tanpa resep
dokter/ tidak sesuai dosis yang ditentukan, bisa-bisa bakteri di dalam
tubuh kita malah jadi resisten. Kalau sudah resisten, mengonsumsi
antibiotik apapun bisa-bisa nggak mempan lagi.
Efek Samping Kesalahan Penggunaan Antibiotik
Kesalahan penggunaan antibiotik ternyata mampu menimbulkan efek samping yang beraneka ragam, di antaranya adalah:
1. Toksisitas: gangguan ginjal dan hati
2. Interaksi dengan obat lain: mempengaruhi efek obat lain
3. Reaksi hipersensitivitas: reaski anafilaksis
4. Gangguan kehamilan/janin: pewarnaan gigi dan gangguan hati pada wanita hamil
5. Resistensi: bakteri jahat yang mendominasi
Cara Penggunaan Antibiotik Secara Bijak untuk Cegah Resistensi
Sebelum terlanjur melajutkan ke-miskonsepsi-an yang sudah kadung terjadi dan kita lakukan, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengonsumsi antibiotik. Hal-hal tersebut adalah:
1. Antibiotik HANYA dikonsumsi untuk meredakan infeksi yang ditimbulkan BAKTERI
2. TIDAK MEMBELI antibiotik sendiri/ tanpa resep
3. TIDAK MENYIMPAN antibiotik untuk konsumsi sendiri tanpa konsultasi dokter
4. TIDAK MEMBERI sisa antibiotik kepada orang lain tanpa anjuran dokter
Selain bijak dalam penggunaan obat, yang paling penting dari prinsip hidup sehat adalah perbanyak makan makanan sehat, istirahat dan olahraga teratur, serta BAHAGIA. Dengan bahagia, kita jadi lebih tenang, nggak mudah stress, dan live in control. Bisa jadi kita malah bisa lebih sehat tanpa menggunakan obat.
Bersama dengan para blogger di Temu Blogger Kesehatan
Semoga postingan ini makin memberikan manfaat untukmu yaaa! See you on the next post!
asik ya event nya
www.deniathly.com
Post a Comment